Sebenarnya
persoalan memanipulasi timbangan atau lebih tepatnya lagi mengurangi timbangan
bukan barang baru lagi bagi para pedagang nakal. hampir di seluruh dunia pasti
akan ditemukan akhlak buruk sebagian pedagang yang sengaja mengurangi
timbangan. Bahkan jangan heran jika beberapa oknum pedagang dengan sengaja
memodifikasi timbangan untuk mencari keuntungan.
Timbangan
yang dimodif ini secara kasat mata akan sama dengan timbangan pada umumnya.
Para konsumen akan tahu setelah mereka menimbang ulang barang belanjaannya di
rumah atau menggunakan timbangan lainnya. Tidak tanggung-tanggung, selisih yang
akan diterima para konsumen bisa mencapai 100 gram (1 ons).
Memodifikasi
timbangan merupakan bentuk kecurangan yang dilakukan sebagian pedagang. Hal ini
dilakukan dengan maksud meraup keuntungan yang lebih besar. Sehingga tidak
heran jika peminat modifikasi timbangan ini cukup banyak. Cara-cara berdagang
ini tentu tidak bisa diterima secara hukum, baik hukum masyarakat, negara,
terutama lagi agama. Sebab tindakan seperti ini bisa dikategorikan korupsi atau
pencurian yang direncanakan.
Sebetulnya,
kasus kecurangan ukuran dan timbangan, bukan hal baru. Tapi sudah berlangsung
seumur sejarah manusia. Di dalam Alquran, terdapat kisah Nabi Syu’aib, yang
diutus kepada bangsa Madyan dan bangsa Aikah. Kedua bangsa itu, terkenal suka
mempermainkan ukuran atau timbangan. Jika membeli, ukuran dan timbangan, mereka
perkecil. Sehingga barang seberat 10 kg dari penjual, setelah ditimbang pada
timbangan mereka, hanya ada 9 kg. Tapi kalau menjual, ukuran diperbesar. Maka
barang sebanyak 5 liter, akan menjadi 6 liter. Begitu seterusnya.
Nabi
Syu’aib berseru kepada bangsa Madyan. “Fa auful kaila wal mizana”.
Sempurnakanlah ukuran dan timbangan. (Q.s.al A’raaf : 85).
Kepada
bangsa Madyan, Nabi Syu’aib berseru pula. “Auful kaila wa la takun minal
muhsirin”. Tepatkanlah ukuran dan janganlah kalian termasuk golongan orang yang
merugi. (Q.s.asy Syu’araa : 181).
Baik
bangsa Madyan, maupun bangsa Aikah, menolak peringatan Nabi Syu’aib tersebut.
Maka kepada mereka, Allah SWT menurunkan azab, berupa gempa bumi, suara petir
menggelegar, dan awan panas yang menghanguskan segala mahluk dan benda di muka
bumi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
Menegakkan Keadilan
Islam
mendorong ummatnya untuk berdagang, dan bahkan merupakan fardhu kifayah, bukan
berarti dapat dilakukan sesuka dan sekehendak manusia, seperti lepas kendali.
Adab dan etika bisnis dalam Islam harus dihormati dan dipatuhi jika para
pedagang dan pebisnis ingin termasuk dalam golongan para nabi, syuhada dan
shiddiqien. Keberhasilan masuk dalam kategori itu merupakan keberhasilan yang
terbesar bagi seorang muslim.
Bagi
ummat Islam, dalam kiprahnya mencari kekayaan dan menjalankan usahanya
hendaklah menjadikan Islam sebagai dasarnya dan keridhoan Allah sebagai tujuan
akhir dan utama. Mencari keuntungan dalam melakukan perdagangan merupakan salah
satu tujuan, tetapi jangan sampai mengalahkan tujuan utama.
Dalam
pandangan Islam bisnis merupakan sarana untuk beribadah kepada Allah, oleh
karena itu bisnis dan perdagangan tidak boleh lepas dari peran Syari’ah
Islamiyah.
Adab
dan etika bisnis hendaklah dijaga dan kewajiban terhadap Allah tidak boleh
diabaikan. Kegiatan bisnis dan perdagangan harus dijalankan oleh pihak-pihak
yang terlibat atas dasar suka sama suka. Tidak boleh dilakukan atas dasar
paksaan, tipu daya, kezaliman, menguntungkan satu pihak diatas kerugian pihak
lain. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisaa (4):29 :
“Hai
orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berjalan atas dasar
suka sama suka diantara kamu”
Sebetulnya,
curang dalam menggunakan ukuran dan timbangan, merupakan satu perbuatan dari
lima perbuatan yang dinyatakan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
akan mendatangkan bencana. Sebuah hadis riwayat Ibnu Majah, dari Abdullah bin
Umar, mengungkapkan.
“Suatu
ketika, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam., berkata kepada para
sahabat Muhajirin. Bahwa akan datang lima perkara yang akan mengundang bencana.
Yaitu, perbuatan keji (maksiat) menyebar di masyarakat, dan dikerjakan
terang-terangan, akan tersebar wabah penyakit dan kelaparan yang tak pernah
terdapat di masa lalu. Perbuatan mengurangi takaran dan timbangan, akan
menyebabkan bencana kekurangan pangan, kesulitan mencari nafkah, dan ditindas
oleh penguasa zalim. Orang-orang sudah tak mau mengeluarkan zakat, akan ditimpa
kemarau panjang. Jika pun ada hujan turun dari langit, semata-mata hanya untuk
memenuhi kebutuhan binatang yang bertebaran di muka bumi. Orang-orang sudah
melanggar janji, akan dikuasi oleh musuh-musuh yang menjajah dan menindasnya.
Para elit pemimpin tak mau tunduk kepada hukum Allah SWT, akan terjadi konflik berkepanjangan
di antara mereka.”
Dari
hadis di atas, jelaslah, jika praktik mengurangi timbangan dan ukuran sudah
membudaya, kehidupan masyarakat akan dihadapkan pada kesulitan dan kesusahan.
Bisnis Menjadi Ibadah
Islam
mengharamkan penipuan dalam semua aktivitas manusia, termasuk dalam kegiatan
bisnis dan jual beli. Memberikan penjelasan dan informasi yang tidak benar,
mencampur barang yang baik dengan yang buruk, menunjukkan contoh barang yang
baik dan menyembunyikan yang tidak baik, dan juga mengurangi takaran atau
timbangan termasuk dalam kategori penipuan.
Setiap
muslim dituntut untuk menegakkan keadilan meskipun terhadap diri sendiri.
Mereka juga dituntut untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak tanpa pandang
bulu. Dalam berbisnis keadilan dan amanah tetap harus ditegakkan. Mengurangi
timbangan, takaran dan ukuran merupakan perbuatan dosa besar. Melalui lisan
nabi Syu’aib Allah memerintahkan kepada kita agar beribadah kepada Allah dan
mentauhidkanNya, menyempurnakan takaran dan timbangan dan jangan mengurangi hak
orang lain dan jangan melakukan kerusakan di muka bumi.
Dan
(kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syu’aib. Ia
berkata : Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu
selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu.
Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi
manusia barang-barang takaran dan timbanganya, dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih
baik bagimu jika betul-betul kamu orang yang beriman. (Al-Araf : 85)
Keberhasilan
bisnis bukan hanya bagaimana kita dapat memaksimalkan keuntungan dengan modal
yang minimal dalam jangka waktu singkat. Tetapi juga bagaimana bisnis ini
menjadi ibadah yang diridhoi Allah dan dapat memberikan kemashlahatan kepada
masyarakat banyak. Pedagang yang tidak bermoral dan tipis imannya senantiasa
mengambil kesempatan dari kelemahan dan kekurangan orang lain dengan
menggunakan berbagai cara, agar dapat meraih keuntungan yang besar.
Ketenteraman
hidup sesungguhnya hanya dapat diraih melalui penyikapan yang tepat terhadap
harta dan dunia, sekecil dan sebesar apa pun harta yang dimilikinya. Sikap
demikian dikenal dengan sebutan qanaah, yang berarti merasakan kecukupan dan
kepuasan atas harta dan dunia miliknya.
Rasulullah
SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM bersabda: “Pedagang yang amanah dan benar akan ada
bersama dengan para syuhada di hari qiyamat nanti”. (HR. Ibnu Majah dan
al-Hakim)
(Marzuki / http://www.generasiharapan12.blogspot.com)