Oleh Abid Fauzan*
Di zaman ini pornoaksi dan pornografi dengan mudah bisa
diakses dengan teknologi berupa TV, internet, HP, dsb. Teknologi canggih
-khususnya internet- ini semua merupakan sarana yang dapat dengan mudah
mengakses atau menyebarkan pornoaksi dan pornografi.
Meski pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk
mengurangi penyebaran pornografi diantaranya dengan memblokir situs-situs
penyedia konten negatif. Tapi pornografi seakan tidak terbendung. Hampir setiap
hari kita mendengar adanya peredaran video mesum. Jika dulu hanya melibatkan
artis-artis maka sekarang kasus asusila ini merambah ke institusi pemerintah
bahkan institusi pendidikan.
Dampak dari maraknya pornografi dan pornoaksi adalah makin
merebaknya seks bebas. Menurut temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI), sebanyak 32 persen remaja usia 14 hingga 18 tahun di kota-kota besar di
Indonesia pernah berhubungan seks. Hasil survei lain juga menyatakan, satu dari
empat remaja Indonesia melakukan hubungan seksual pranikah dan membuktikan 62,7
persen remaja kehilangan perawan saat masih duduk di bangku SMP, dan bahkan
21,2 persen di antaranya berbuat ekstrim, yakni pernah melakukan aborsi.
Belum lagi kasus pemerkosaan yang dari tahun ke tahun terus
meningkat. Bahkan seorang bapak yang memperkosa anak kandungnya sendiri. Saat
diinterogasi alasannya karena terpengaruh dari video porno. Na’udzubillah mindzalik...
Kita semua pasti sangat mengecam hal tersebut namun marilah
melihat pada diri kita, jangan sampai kita menjadi salah satu pendukung dan
ambil bagian dari fenomena jahiliyah tersebut.
Membendung Pornografi
Masalah pornografi dan pornoaksi ini, Islam jauh sebelumnya
telah memberikan solusinya dan terbukti efektif. Beberapa solusi dalam Islam
diantaranya;
- Menjaga
Pandangan
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang mereka perbuat.” (QS. an-Nuur:
30).
Pada ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala mendahulukan
penyebutan menundukkan pandangan dari pada menjaga kemaluan, maka hal ini
menunjukkan pentingnya menundukkan pandangan sebagai sarana untuk membersihkan
hati dari penyakit-penyakit yang dapat merasuk ke dalamnya, setelah itu barulah
hati itu dapat tumbuh dan berkembang dengan diberi makanan hati yang berupa
amal keta’atan.
Menjaga pandangan dari hal-hal yang dilarang adalah perkara
utama dan kunci dari keselamatan seorang Muslim dalam memelihara jiwa dan
akalnya dari ‘jajahan’ hawa nafsu. Sepintas perintah ini seolah mudah alias
gampang. Tetapi, kalau dipikir lebih dalam, ternyata perintah ini sangat
penting untuk diamalkan.
Apalagi menjaga pandangan di zaman sekarang ini, betapa
berat dan sangatlah sulit.
Mengapa? Dalam sehari semalam, utamanya bagi mereka yang
aktivitasnya di luar rumah, maka mata dalam situasi tertentu, mau tidak mau
harus melihat hal-hal yang dilarang agama. Seperti melihat aurat kaum hawa dan
lain sebagainya.
Mungkin, kala al-Qur’an memerintahkan umat Islam di masa
Nabi dahulu, sebagian orang melihat perintah ini (menundukkan pandangan)
gampang dilaksanakan. Selain karena perempuannya memang sudah menutup aurat,
teknologi zaman itu tidak seperti sekarang. Akhirnya, selama di dalam rumah, di
jamin mata akan terjaga kesuciannya.
Berbeda sekali dengan zaman sekarang. Jangankan orang yang
memang sengaja melampiaskan pandangannya, yang menjaga pandangan pun tidak bisa
100 persen terjaga dari maksiat mata.
Untuk itu, Islam sebagai agama universal telah
mengantisipasi kejadian seperti zaman sekarang ini. Empat belas abad silam, di
saat manusia tidak seberapa dan teknologi informasi dan komunikasi tidak
secanggih saat ini, Rasulullah telah memberikan nasehat yang sangat penting
bagi Muslim zaman ini.
“Wahai Ali, jangan kamu ikuti pandangan pertama dengan
pandangan berikutnya, karena yang pertama itu boleh (dimaafkan sedangkan yang
berikutnya tidak.” (HR. Tirmidzi).
Alasan dari hadits tersebut dijelaskan pada hadits yang
lain.
“Sesungguhnya tidaklah sesuatu yang kalian tinggalkan karena
Allah ‘azza wa jalla kecuali pasti akan Allah gantikan untukmu dengan sesuatu
yang lebih baik dari apa yang dia tinggalkan” (HR. Ahmad No. 21996).
- Menjaga
hati
Bagaimana ternyata jika upaya kita menjaga pandangan tidak
benar-benar maksimal, karena memang sekarang gambar atau ‘perhiasan’ perempuan
ada dimana-mana?
Kita harus tetap pada posisi tidak melampiaskan pandangan
untuk menikmati hal-hal yang diharamkan Islam. Jika pemandangan haram itu tetap
tidak bisa dihindari maka sungguh Allah Maha Mengetahui.
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang
disembunyikan oleh hati.” (QS. 40: 19).
Menafsirkan ayat tersebut, Ibnu Katsir mengatakan bahwa
Allah memberikan kabar tentang ilmu-Nya yang sempurna dan meliputi segala
sesuatu, baik yang terhormat dan yang hina, yang besar dan yang kecil, atau pun
kasar dan yang lembut, agar manusia waspada terhadap pengetahuan-Nya kepada
mereka.
lebih dari itu juga agar kita malu kepada Allah Ta’ala
dengan sebenar-benarnya malu dan bertakwa kepada-Nya dengan sebenar-benar
takwa, serta merasa diawasi-Nya dengan pengawasan orang yang mengetahui, bahwa
Dia melihatnya.
Kemudian, Ibnu Katsir mengutip penjelasan Ibn Abbas terhadap
ayat tersebut. “Yaitu, seorang laki-laki yang masuk ke sebuah rumah yang salah
seorang penghuninya terdapat wanita cantik, atau wanita itu sedang melewatinya.
Jika mereka lengah, dia pun menoleh kepada wanita itu. Dan, jika mereka
mengawasi, dia pun menahan pandangannya. Sesungguhnya Allah Ta’ala Maha
Mengetahui hatinya yang berkeinginan, seandainya dia berhasil melihat
auratnya.” (HR. Ibnu Abi Hatim).
- Menjaga
Aurat
Jika pada ayat 30 dari Surah an-Nur Allah memerintahkan
secara gamblang kepada Muslim laki-laki untuk menundukkan pandangan. Maka pada
ayat ke-31 Allah tidak saja memerintahkan Muslimah hanya menundukkan pandangan.
Lebih jauh juga menutup perhiasan yang haram dilihat lelaki bukan mahram.
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera
saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang
mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan
janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung.” (QS. an-Nuur: 31).
Ayat tersebut secara eksplisit sangat panjang, selain karena
tidak ada salah paham, rincian tersebut memberikan penegasan bahwa siapa saja
Muslimah yang tidak hati-hati terhadap perhiasannya, maka sadar atau tidak, ia
sedang dalam potensi bahaya yang berpotensi merusak diri dan masa depannya.
Oleh karena itu, dari hati yang terdalam, pihak mana pun
harus mendukung Muslimah negeri ini untuk menutup auratnya, karena itu adalah
perintah langsung dari Allah Ta’ala yang menciptakan manusia itu sendiri.
Sungguh, tidak bisa dibayangkan betapa sangat murkanya Allah kepada siapa pun
yang menghalangi kaum Muslimah menjalankan perintah Allah Ta’ala yang Maha
Hidup Maha Benar lagi Maha Mengetahui.
Penutup
Pembaca yang budiman, dengan menjaga pandangan, menjaga hati
dan menjaga aurat utamanya bagi wanita muslimah sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas dengan taufik Allah bisa menghindarkan diri dari gempuran
syahwat yang ditebarkan setan jin dan manusia melalui pornografi. Mari kita
mengamalkannya dan mendakwahkannya. Semoga Allah menjaga diri kita dan keluarga
kita dari segala fitnah dunia yang menjerumuskan ke dalam api neraka. Wallahu
a’lam.
*Ketua Komunitas Blogger Pena Sunnah
(Diterbitkan di Buletin al-Balagh edisi 6 Tahun IX 1435 H)
SUMBER : http://abidmenulis.blogspot.com/
0 komentar:
Posting Komentar