Nama beliau adalah Iyas bin Muawiyah bin Qurrah Al Muzanni, lahir pada tahun 46 H di daerah Yamamah Najed. Kemudian beliau pindah ke Bashrah beserta seluruh keluarganya.
Telah nampak bakat dan kecerdasan
beliau sejak masih kecil. Orang-orang sering membicarakan kehebatan dan
beritanya kendati beliau masih kanak-kanak.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin
Abdul Aziz, Iyas bin Mu’awiyah al-Muzanni diangkat menjadi Qadhi (hakim)
di Bashrah. Beliau terkenal sebagai hakim yang cerdas. Alkisah
tersebarlah berita tentang kecerdasan Iyas, sehingga orang-orang
berdatangan kepadanya dari berbagai penjuru untuk bertanya tentang ilmu
dan agama. Sebagian ingin belajar, sebagian lagi ada yang ingin menguji
dan ada pula yang hendak berdebat kusir.
Diantara mereka ada Duhqan (seperti jabatan lurah di kalangan Persia dahulu) yang datang ke majelisnya dan bertanya:
Duhqan: “Wahai Abu Wa’ilah, bagaimana pendapatmu tentang minuman yang memabukkan?”
Iyas: “Haram!”
Duhqan: “Dari sisi mana dikatakan haram,
sedangkan ia tak lebih dari buah dan air yang diolah, sedangkan keduanya
sama-sama halal.”
Iyas: ”Apakah engkau sudah selesai bicara, wahai Duhqan, ataukah masih ada yang hendak kau utarakan?”
Duhqan: ” Sudah, silahkan bicara!”
Iyas: ”Seandainya kuambil air dan kusiramkan ke mukamu, apakah engkau merasa sakit?”
Duhqan: ”Tidak!”
Iyas: ”Jika kuambil segenggam pasir lalu kulempar kepadamu, apakah terasa sakit?”
Duhqan: ”Tidak!”
Iyas: ”Jika aku mengambil segenggam semen dan kulemparkan kepadamu, apakah terasa sakit?”
Duhqan: ”Tidak!”
Iyas: ”Sekarang, jika kuambil pasir, lalu
kucampur dengan segenggam semen, lalu aku tuangkan air diatasnya dan
kuaduk, lalu kujemur hingga kering, lalu kupukulkan ke kepalamu, apakah
engkau merasa sakit?”
Duhqan: ”Benar, bahkan bisa membunuhku!”
Iyas: ”Begitulah halnya dengan khamr.
Disaat kau kumpulkan bagian-bagiannya lalu kau olah menjadi minuman yang
memabukkan, maka dia menjadi haram.”
(Sumber: Mereka adalah Tabi’in, oleh: Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya, hal. 70-)
===============================
Diriwayatkan ketika beliau masih kecil
beliau belajar ilmu hisab (hitung-menghitung) di sebuah sekolah yang
diajar oleh seorang Yahudi ahli dzimmah. Pada suatu hari berkumpullah
kawan-kawannya dari kalangan Yahudi itu, mereka asyik membicarankan
masalah agama mereka tanpa menyadari bahwa Iyas turut mendengarkannya.
Guru yahudi itu berkata kepada
teman-teman iyas (yang beragama Yahudi): “tidakkah kalian heran
kepadakaum muslimin itu? Mereka berkata bahwa mereka akan makan disurga,
namun tidak akan buang air besar!?”
Iyas menoleh kepadanya lalu berkata,
Iyas: “Bolehkah aku ikut campur dalam perkara yang kalian perbincangkan itu wahai guru?”
Guru: “Silakan!”
Iyas: “Apakah semua yang keluar di dunia ini menjadi kotoran?”
Guru: “Tidak!”
Iyas: “Lantas kemana hilangnya makanan yang tidak keluar menjadi kotoran tersebut?”
Guru: “Tersalurkan sebagai makanan bagi tubuh dan anggota badan.”
Iyas: “Lantas dengan alasan apa kalian
mengingkari? Jika makanan yang kita makan di dunia saja sebagian hilang
diserap oleh tubuh, maka tidak mustahil di surga seluruh makanan diserap
oleh tubuh dan menjadi makanan jasmani.”
Maka guru itu terdiam dan kalah argumentasi….
——————-
Di suatu tahun, orang-orang keluar
untuk mencari hilal Ramadhan, dipimpin langsung oleh sahabat utama Anas
bin Malik Al-Anshari. Ketika itu beliau telah berusia senja, hampir
mencapai umur 100 tahun.
Orang-orang memperhatikan seluruh
penjuru langit, namun tidak menjumpai hilal. Akan tetapi Anas terus
mencari-cari lalu berkata: “Aku telah melihat hilal, itu dia!”sambila
menunjuk dengan tangannya ke langit, padahal tidak ada seorangpun
melihat hilal selain beliau.
Ketika itu, Iyas memperhatikan Anas,
ternyata ada sehelai rambut panjang yang berada di alisnya hingga
menjulur ke pelupuk matanya. Dengan santun Iyas meminta izin untuk
merapikan rambutAnas yang menjulur itu, lalu bertanya: “Apakah Anda
masih melihat hilal itu sekarang, wahai sahabat Rasulullah?”
Anas berkata: “Tidak, aku tidak melihatnya… aku tidak melihatnya….”
==========================
Bukti kecerdasan Iyas terlihat pula dalam kasus berikut:
Ada dua orang yang berselisih lalu mengadukan persoalannya kepada
Iyas tentang dua kain beludru yang biasa diletakkan di atas kepala dan
dijulurkan hingga ke bahu. Yang satu berwarna hijau, masih baru dan
mahal harganya, sedangkan yang satunya lagi berwarna merah dan telah
usang.
Si penuduh berkata: “Suatu ketika saya istirahat di sebuah sungai
untuk mandi, lalu aku letakkan beludru milikku yang berwarna hijau
bersama bajuku di pinggir telaga. Lalu datanglah orang ini dan
meletakkan beludrunya yang berwarna merah di samping beludruku lalu
terjun ke telaga. Dia selesai sebelum aku selesai… selanjutnya dia
memakai bajunya namun mengambil beludru milikku lalu dipakaikan di
kepalanya dan langsung beranjak pergi. Ketika aku selesai, ku ikuti dia
dan aku meminta kembali beludruku, namun dia mengatakan bahwa beludru
tersebut adalah miliknya.
Iyas berkata kepada lelaki yang dituduh: “Bagaimana komentar anda?”
Dia menjawab: “Tidak demikian sebenarnya.” Kemudian Iyas berkata kepada
penjaga: “Ambilkan aku sebuah sisir.” Lalu diambilkan sisir untuk
beliau. Selanjutnya Iyas menyisir kedua rambut kepala orang tersebut,
lalu keluarlah dari rambut salah seorang dari mereka bulu halus berwarna
merah yang tercecer dari beludru merah, yang satunya lagi keluar bulu
halus yang berwarna hijau… lalu beliau memutuskan beludru yang merah
bagi yang tercecer di rambut kepalanya bulu halus yang berwarna merah
dan beludru hijau bagi yang tercecer bulu halus yang berwarna hijau di
rambut kepalanya.
Artikel dari Blog Abu Fahd
(Samsu Alam / http://alamatika.wordpress.com)
0 komentar:
Posting Komentar