Pada bulan Februari, akan banyak kita melihat pusat hiburan, mal-mal dan berbagai media cetak dan online mulai bersibuk ria dalam berlomba menarik perhatian para remaja. Tema yang dipertunjukkan sudah telah sering di ulang-ulangi dari tahun ketahun yaitu Valentine’s day, hari di mana jutaan remaja tergiring oleh budaya orang-orang pemuja hawa nafsu tentang apa yang popular mereka rayakan di tanggal 14 Februari. Berkirim kartu dan bunga, memberi coklat berbentuk hati dengan ucapan-ucapan cinta palsu, hingga saling bertukar pasangan bukanlah hal yang asing ditemui pada pemberitaan perihal perayaan Valentine’s day tersebut.
semua hal dan pernak-perniknya yang khas Valentine’s Day seperti coklat dan segala sesuatu serba pink dan bentuk hati akan mewarnai setiap tempat perayaan Valentine’s day. Panggung musik di mana-mana untuk menghibur pasangan yang merayakan. Film dan acara bertema Valentine’s Day pun ramai bertebaran.
Momentum ini sangat disukai anak-anak remaja, terutama remaja perkotaan. Karena di hari itu, 14 Februari, mereka terbiasa merayakannya bersama orang-orang yang dicintai atau disayanginya, terutama kekasih. Valentine Day memang berasal dari tradisi Kristen Barat, namun sekarang momentum ini dirayakan di hampir semua negara, tak terkecuali negeri-negeri Islam besar seperti Indonesia.
Tiap tahun menjelang bulan Februari, banyak remaja Indonesia yang notabene mengaku beragama Islam ikut-ikutan sibuk mempersiapkan perayaan Valentine. Sayangnya, tidak semua anak-anak remaja kita memahami dengan baik esensi dari Valentine Day. Mereka menganggap perayaan ini sama saja dengan perayaan-perayaan lain seperti Hari Ibu, Hari Pahlawan, dan sebagainya. Padahal kenyataannya sama sekali berbeda.
Bahkan ada yang mengatakan “ini hanya perayaan hari kasih sayang”. Apa Islam melarang Hari Kasih Sayang? Bukan. Bukan Kasih Sayangnya yang dilarang, karena Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Islam melarang umatnya merayakan Hari Valentine karena beberapa alasan.
Sesungguhnya perayaan Valentine Day sarat dengan muatan religius, bahkan bagi orang Islam yang ikut-ikutan merayakannya, hukumnya bisa musyrik, karena merayakan Valentine Day tidak bisa tidak berarti juga ikut mengakui Yesus sebagai Tuhan. Naudzubilahi min Dzalik.
Mengapa demikian?
Kalau kita mau jujur perayaan Valentine Day berasal dari keyakinan orang-orang Nasrani. Pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati Santo Valentine yang kebetulan meninggal pada tanggal 14 Februari.
Tentang siapa sesungguhnya Santo Valentinus sendiri, seperti telah disinggung di muka, para sejarawan masih berbeda pendapat. Saat ini sekurangnya ada tiga nama Valentine yang meninggal pada 14 Februari. Seorang di antaranya dilukiskan sebagai orang yang mati pada masa Romawi. Namun ini pun tidak pernah ada penjelasan yang detil siapa sesungguhnya “St. Valentine” termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.
Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II yang memerintahkan Kerajaan Roma berang dan memerintahkan agar menangkap dan memenjarakan Santo Valentine karena ia dengan berani menyatakan tuhannya adalah Isa Al-Masih, sembari menolak menyembah tuhan-tuhannya orang Romawi. Orang-orang yang bersimpati pada Santo Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.
Versi kedua menceritakan, Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat di dalam medan peperangan daripada orang yang menikah. Sebab itu kaisar lalu melarang para pemuda yang menjadi tentara untuk menikah. Tindakan kaisar ini diam-diam mendapat tentangan dari Santo Valentine dan ia secara diam-diam pula menikahkan banyak pemuda hingga ia ketahuan dan ditangkap. Kaisar Cladius memutuskan hukuman gantung bagi Santo Valentine. Eksekusi dilakukan pada tanggal 14 Februari 269 M.
Sungguh ironis apabila sebagian orang mungkin sudah mengetahui kenyataan sejarah di atas. Seolah-olah mereka menutup mata dan menyatakan boleh-boleh saja merayakan hari valentine yang cikal bakal sebenarnya adalah perayaan orang-orang di luar Islam. Sudah sepatutnya kaum muslimin khususnya para remaja untuk berpikir, tidak sepantasnya mereka merayakan hari tersebut setelah jelas-jelas nyata bahwa ritual valentine adalah ritual non muslim bahkan bermula dari ritual agama lain. Bahkan secara tegas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Merayakan hari valentine merupakan bentuk menyerupai kaum di luar Islam maka bila kita ikut merayakan itu sama saja kita masuk golongan mereka.
Bila demikian, sangat disayangkan banyak saudara kita remaja putra-putri Islam yang masih terjangkit penyakit virus valentine’s day yang ikut-ikutan dengan budaya barat dan acara ritual agama lain.
Sumber blogAbidmenulis
0 komentar:
Posting Komentar