Kamis, 22 November 2012

Inilah Doa Terburuk Sepanjang Sejarah



Setiap doa yang dipanjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala harusnya merupakan kata-kata yang baik, bermanfaat untuk keselamatan di dunia apalagi di akhirat. Tapi aneh bin bodoh ada saja doa yang sangat buruk semisal di bawah ini: 

الَّلهُمَّ ارْضَ عَنْ أَبِيْ لُؤْلُؤَةَ وَاحْشُرْنِيْ مَعَهُ

“Ya Allah, ridhailah Abu Lu`lu`ah, dan kumpulkanlah aku bersamanya.”

Demikianlah doa setiap orang yang berziarah ke kuburan Abu Lu’luah si Majusi pembunuh Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Dia membunuh Khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu di pagi hari saat mengimami manusia shalat subuh.

Doa tersebut adalah salah satu doa terburuk sepanjang sejarah. Bagaimana tidak, mereka meminta dikumpulkan di akhirat dengan orang yang jelas-jelas kekafirannya, pembunuh sahabat dekat sekaligus mertua Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Umar bin Khattab telah dikabarkan kesyahidannya oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik, dia berkata:
“Nabi naik ke Uhud bersamanya Abu Bakar, Umar dan Utsman. Tiba-tiba gunung berguncang. Maka Nabi menghentakkan kakinya dan berkata: Tenanglah Uhud! Yang ada di atasmu tiada lain kecuali Nabi, Shiddiq dan dua orang syahid.”
Umar dan Utsman radhiyallahu anhum pun betul-betul dibunuh sebagai syahid. Ibnu ‘Asakir meriwayatkan dalam Tarikh Damaskus (44/441) dari jalur Thariq ‘Ubaidillah bin Umar dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar, dia berkata, ‘Tatkala Umar ditikam… dia memanggil Abdullah bin ‘Abbas… maka Ibnu ‘Abbas berkata, ‘Wahai Amirul mukminin, tidaklah aku mendatangi sekumpulan kaum muslimin, kecuali mereka semua menangis, seakan-akan mereka kehilangan anak-anak mereka pada hari ini.’ Umar berkata, ‘Siapakah yang membunuhku?’ Dia menjawab, ‘Abu Lu`lu`ah, si Majusi, budak al-Mughirah bin Syu’bah.’ Dia berkata, ‘Maka kamipun melihat kegembiraan di wajahnya, seraya berkata,

الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ لَمْ يَقْتُلْنِيْ رَجُلٌ يُحَاجِنِيْ بِلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

‘Alhamdulillah, saya tidak dibunuh  oleh seorang laki-laki yang berhujjah melawanku dengan kalimat laa ilaaha illallaah pada hari kiamat.”

Mau lihat kemegahan kuburan Abu Lu’lu’ah yang dibangun oleh pemerintah Republik Syi'ah Iran? Lihat video di bawah ini.


Doa terburuk yang lain bisa Anda lihat pada gambar di bawah ini.
Doa Facebooker Syi'ah. Sumber: lppimakassar.com
Do’a tersebut hanya akan lahir dari orang-orang tak menggunakan akalnya dan hatinya penuh kebencian. Tapi biarlah mereka berdoa seperti itu dan kita ahlu sunnah berdoa sebagaimana sahabat sekaligus pembantu Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Beliau meriwayatkan dalam sebuah hadits:
“Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hari kiamat, “Kapankah kiamat datang?” Nabi pun shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Orang itu menjawab, “Wahai Rasulullah, aku belum mempersiapkan shalat dan puasa yang banyak, hanya saja aku mencintai Allah dan Rasul-Nya” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang (di hari kiamat) akan bersama orang yang dicintainya, dan engkau akan bersama yang engkau cintai.” Anas pun berkata, “Kami tidak lebih bahagia daripada mendengarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Engkau akan bersama orang yang engkau cintai.’” Anas kembali berkata, “Aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar, maka aku berharap akan bisa bersama mereka (di hari kiamat), dengan cintaku ini kepada mereka, meskipun aku sendiri belum (bisa) beramal sebanyak amalan mereka.” (HR. Al-Bukhari)
Dan kami pun berdoa sebagaimana do'a Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu di atas. Amin ya Allah.

Makassar, 8 Muharram 1434 H / 22 November 2012

Zainal Lamu (Abinna Fauzan)

Kiriman: alfathonah.blogspot.com

Rabu, 07 November 2012

Tawuran Marak..., Apa Solusinya?

   

Muhammad Abid Fauzan.

Makassar kembali berduka baru–baru ini di kampus pencetak guru yaitu UNM, para mahasiswanya tawuran dan menewaskan dua mahasiswa dan empat motor di bakar serta kampus pun rusak.

Akibatnya  Makassar kembali mendapat sorotan nasional. Sorotan ini sebenarnya telah sering terulang. Sehingga kejadian ini membuat Makassar kembali mempertegas lagi citra buruk ini. Bahwa Makassar tempat mahasiswa yang bersifat kasar. Bahkan menjadi kepanjangan dari Makassar itu sendiri, Makassar ‘mahasiswa kasar’. Sampai-sampai Mentri Pendidikan Dan Kebudayaan, Muh Nuh turun langsung ke Makassar.

Berita tawuran mahasiswa maupun warga seakan menjadi makanan sehari-hari baut warga Makassar. Tak hanya di Makassar tapi juga di sekitar Makassar yaitu di daerah-daerah Sulsel seperti Palopo ,Bulukumba, Bone, dan daerah lainya.

Akar Masalah

Tawuran yang di lakoni oleh mahasiswa menjadikan kita bertanya pada pendidikan di kampus mereka. Boleh jadi penyebab maraknya tawuran mahasiswa karena kegagalan pendidikan di kampus. Banyak pakar mengaku saat ini sebahagian pendidikan dunia sudah berubah jadi seperti “pabrik”. Anak dididik bukan untuk tujuan yang bersifat moral, tapi lebih bertujuan ekonomi.Anak seolah digiring oleh orang tua, pendidik, dan pemerintah menjadi “mesin pencetak uang” belaka. Yang anak cari bagaimana bisa selalu “menjadi nomor satu”. Maka filosofi yang ditanam kampus dalam benak mahasiswa adalah sukses hidup identik dengan pintar mencetak uang semata.

Lantas, apa yang dihasilkan dari realitas di atas ? Tentu, kita bisa menangkap gejala yang nampak sebagai representasi, sekaligus, ‘prestasi’ dunia pendidikan kita, yakni kian merosotnya moral dan etika. Lantas, bagaimana jika manusia, khususnya anak didik hidup tanpa etika? Atau bahaya apa saja jika suatu negara besar seperti Indonesia ini mempunyai SDM di kalangan terdidik, namun mengalami krisis moral?

Dampak tawuran mahasiswa sebenarnya ibarat gunung es yang sebenarnya tawuran hanya menjadi salah satu dampak dimana banyak lagi dampaknya yang terjadi seperti kekerasan antara mahasiswa dan tindakan kriminal lainnya. Penyalahgunaan narkoba, minuman keras, permainan judi serta menjamurnya praktik pergaulan dan seks bebas. Ini terbukti ketika usai tawuran terjadi di UNM, polisi menggeledah kampus di temukan barang haram itu narkoba.

Kampus sebagai sebuah institusi pendidikan yang mapan disinyalir kurang memberikan pendidikan moral dan etika pada para mahasiswanya. Selama ini, ajaran-ajaran yang ditekankan di kampus melulu soal pelajaran akademis dalam satuan teori-soal, Kalau pun ada mata pelajaran moral atau agama, ia hanya direduksi sebatas pelajaran yang diajarkan sekadar teori.

Lebih dari itu, mahasiswa yang hidup tanpa moral dan etika sangat potensial melahirkan dan menyemarakkan berbagai bentuk ucapan yang tidak santun, komunikasi yang tidak terarah, persaingan yang diwarnai serba kecurangan dan gampang menjadikan pihak lain sebatas sebagai objek yang dikorbankan demi kepentingan pribadi, kelompok dan kroni-kroninya. Mereka adalah calon pemimpin yang tidak jujur, politisi petualang, penjahat kerah putih, para koruptor, dan pelaku-pelaku social-ekonomi yang mobilitas kegiatannya menghalalkan segala cara, kebohongan dan keculasan

Sehingga pendidikan “gizi rohani” itu akan membawa dampak positif bagi terbentuknya kepribadian mahasiswa yang kokoh memegang teguh ajaran kebenaran, di samping mengembangkan potensi kecerdasan, nalar, daya kritis dan inovasinya sekaligus meningkatkan kualitas keimanannya.

Mengapa kita mengarahkan solusi kepada perbaikan moral ? karena hanya dengan moral yang baik, seseorang tetap akan berperilaku baik secara konsisten, meskipun tanpa kehadiran pengawas, dosen atau orang lain di sekitarnya. Maka dengan pendidikan moral secara intensif merupakan suatu upaya yang efektif untuk mendidik para mahasiswa secara sadar dan konsisten mau menghindari tawuran.

Proses pendidikan yang seperti ini diharapkan bisa mencetak peran mahasiswa yang sebenarnya yang jauh dari perbuatan tawuran. Dengan potensinya yang memiliki semangat dan gagasan baru karena cara pandangnya yang ideal serta kemurnian idealisme yang dimilikinya menjadi titik temu dengan zaman baru yang harus diawali dengan semangat dan gagasan baru. Sehingga pendidikan Mahasiswa dituntut untuk menghasilkan mahasiswa yang peduli terhadap kelangsungan nasib bangsa ini yang digelari dengan ”the creative minority”. Dengan fungsinya sebagai agen perubah, mahasiswa diharapkan memiliki sensitivitas terhadap lingkungan sosial, mampu memperbaiki dan akhirnya dapat melindungi masyarakat bukan justru meresahkan masyarakat.

Upaya Mengantisipasi Tawuran

Oleh karenya upaya antisipatif terhadap tawuran mahasiswa mutlak dilakukan. Upaya antisipasi adalah usaha – usaha sadar berupa sikap, perilaku atau tindakan seseorang melalui langkah – langkah tertentu untuk menghadapi peristiwa yang mungkin terjadi. Jadi, sebelum tawuran terjadi atau akan terjadi seseorang telah siap dengan berbagai “perisai” untuk menghadapinya. Solusi antisipatif sangat penting untuk dilakukan dibandingkan hanya sekedar melakukan solusi – solusi yang sifatnya reaktif.
Secara umum, menurut Arief Herdiyanto, upaya mengantisipasi penyimpangan sosial, termasuk tawuran, dapat dilakukan melalui tiga langkah sebagai berikut. Pertama; Penanaman nilai dan norma yang kuat pada setiap individu. Apabila hal ini berhasil dilakukan pada seseorang individu secara ideal, niscaya tindak penyimpangan tidak akan dilakukan oleh individu tersebut.

Kedua; Pelaksanaan peraturan yang konsisten. Pada hakikatnya segala bentuk peraturan yang dikeluarkan adalah usaha mencegah adanya tindak penyimpangan. Namun, apabila peraturan – peraturan yang dikeluarkan tidak konsisten justru akan menimbulkan tindak penyimpangan.

Ketiga; Menciptakan kepribadian yang kuat dan teguh. Menurut Theodore M. Newcomb, kepribadian adalah kebiasaan, sikap-sikap dan lain-lain, sifat yang khas yang dimiliki seseorang yang berkembang apabila orang tadi berhubungan dengan orang lain. Seseorang disebut berkepribadian apabila seseorang tersebut siap memberi jawaban positif dan tanggapan positif atas suatu keadaan. Apabila seseorang berkepribadian teguh ia akan mempunyai sikap yang melatarbelakangi tindakannya. Dengan demikian ia akan mempunyai pola pikir, pola perilaku dan pola interaksi yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakatnya.

Idealnya ketiga langkah antisipatif tersebut di atas mestinya teraplikasikan pada seluruh lingkungan kehidupan dan pranata sosial. Paling tidak, teraplikasikan pada tiga institusi utama, yakni keluarga, kampus dan masyarakat. Tetapi, kadang disinilah letak persoalannya, yaitu manakala lingkungan keluarga, kampus dan masyarakat cenderung tidak optimal dalam proses pembinaan kepribadian mahasiswa kita.

Gagasan yang sampaikan di atas oleh penulis, tidak akan berguna. Jika tidak ada usaha untuk melaksanakannya. Kita harus memulai semua itu dari kita sendiri. Namun masalah tawuran bukan selesai satu dua hari. Kita membutuhkan kesungguhan dan bekerja sama kepada seluruh pihak untuk menyelesaikan bersama.   (*)

Minggu, 04 November 2012

Beda Mut'ah dengan Pelacuran

 
Selama ini saya mendapatkan banyak artikel yang menyamakan antara nikah mut’ah -sekarang ini- dengan pelacuran. Kita memang tidak bisa menampik jika banyak persamaan antara mut’ah dan pelacuran. Saya sendiri setuju-setuju saja penyamaan itu, tapi tidak fair juga kalau kita hanya mempersamakan namun tidak mengungkap perbedaannya. Apalagi jika perbedaannya adalah hal yang sangat mendasar dan krusial. Penasaran apa perbedaannya? Tenang, simak saja tulisan ini baik-baik.

Sebelum saya mengungkap perbedaan itu ada baiknya sebagai kilas balik kita memparkan sedikit persamaan antara nikah mut’ah dan pelacuran yang banyak disebut di artikel-artikel yang pernah saya baca – dan mungkin juga Anda. Berikut ini saya poin-poinkan saja:

- Bisa dilaksanakan tanpa persetujuan wali/ortu.
Dalam fikih mut’ah, wali dan saksi bukan persyaratan sahnya mut’ah. Begitupun dengan pelacuran. Coba, mana ada pelacur yang melapor dulu sama ortunya kalau dia mau dibooking oleh lelaki hidung belang?
Menurut cerita seorang ustadz, di kota Maros, seorang ibu sampai pingsan mendengar anak gadisnya yang kuliah di kota itu sudah menikah tanpa sepengetahuannya. Usut punya usut ternyata si gadis ini dimut’ah oleh laki-laki syi’ah.
- Berbatas waktu dan bayaran tertentu. 
Seorang pelacur dibooking dengan tarif dan waktu yang disepakati. Tidak ada bedanya dengan mut’ah, dimana bayaran dan waktunya sesuai yang disepakati oleh pasangan. Oh ya, jika pelacuran biasa juga mengandalkan manajer (baca: mucikari) untuk menentukan tarif mereka, maka mut’ah di zaman ini juga sudah dimanage dengan baik khususnya di Iran. Lembaga pencatatan pernikahan di sana juga sudah membuka layanan yaitu mencari perempuan-perempuan yang bersedia menjalani mut'ah, kemudian mereka menentukan tarif berdasarkan kesulitan mencari wanita yang bersangkutan. Tidak percaya? Lihat beritanya di sini http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/11/06/09/lmiu7r-aha-kawin-kontrak-di-iran-lebih-ngetren-ketimbang-nikah-permanen
Baik Pelacuran ataupun mut’ah tarif bisa berbeda berdasarkan jangka waktunya. Hitungan jam atau hari berbeda harganya dengan hitungan pekan atau bulan.
- Media penyebaran penyakit kelamin
Pelacuran dikenal sebagai modus penyebaran penyakit kelamin seperti gonorhe, syphilis, HIV/Aids. Ternyata tren mut’ah punya potensi yang sama untuk penyebaran penyakit-penyakit tersebut. Masuk akal sih, dalam setahun seorang laki-laki bisa memut’ah ratusan wanita semaunya. Dengan kata lain dalam setahun seorang wanita bisa dimut’ah oleh puluhan atau ratusan pria. Aslinya gonta ganti pasangan kan? Mirip pelacuran lah.
Dalam sebuah kisah nyata yang berjudul, “Akhir Petualangan si Pasien terakhir”, seorang dokter spesialis kulit dan kelamin di kota Bandung dibuat heran oleh seorang pasien yang berjilbab besar tapi mengidap penyakit yang biasanya hanya diidap oleh orang yang suka gonta-ganti pasangan. Ternyata “si akhwat” ini telah beberapa kali dimut’ah. (kisah tersebut bisa dilihat di sini : http://haulasyiah.wordpress.com/2009/08/28/akhir-petualangan-si-pasien-terakhir/)
- Tidak ada talak.
 Kalau di pelacuran memang tidak dikenal kata talak, tidak perlulah sebab memang bukan nikah, apalagi sampai di peradilan agama, ah gila amat! Prosesi mut’ah juga begitu, hubungan mut'ah selesai dengan berlalunya waktu yang telah disepakati bersama. Kalau mau mengulang maka akad lagi dan bayar lagi. Seorang wanita bisa di mut’ah oleh laki-laki yang sama berkali-kali, begitupun pelacur bisa dibooking berkali-kali oleh langganannya.
Masih banyak persamaan antara mut’ah dengan pelacuran, tapi kita cukupkan sampai disini karena itu bukan persoalan utama yang akan saya bahas, justru saya ingin mengungkap perbedaannya sesuai judul dari tulisan ini. Untuk persamaan yang lain Anda bisa melihat fikih mut’ah di sini http://hakekat.com/content/view/30/1/ dan silahkan membandingkan sendiri dengan ‘fikih’ pelacuran.

Perbedaan mut’ah dan pelacuran
Pelacuran meskipun pelakunya sekarang ini naik tingkat ke kelas pekerja dengan istilah PSK (pekerja seks komersial) –istilah dulu WTS (wanita tuna susila)-, namun kalau ditanya bahwa apakah pekerjaan mereka dilarang oleh agama atau tidak? Saya yakin mayoritas mereka menjawab, “dilarang!”. Mereka dan para lelaki hidung belang akan mengakui bahwa yang mereka lakukan adalah perzinahan, dosa yang diancam neraka. Makanya mereka masih mengenal kata ‘TOMAT’ Tobat Maksiat. Kelemahan iman dan ketiadaan ilmulah sehingga mereka terjatuh dalam kenistaan tersebut. Sedangkan pelaku Mut’ah beda! Jsutru mereka meyakini bahwa apa yang mereka lakukan adalah ibadah yang mendatangkan pahala! 
"Siapa yang pernah melakukan mut'ah sekali, maka derajatnya sama dengan Husain, siapa yang pernah melakukan mut'ah dua kali derajatnya sama dengan derajat Hasan, barang siapa pernah melakukan mut'ah tiga kali derajatnya sama dengan derajat Ali bin Abi Thalib,dan barangsiapa pernah mut'ah empat kali maka derajatnya sama dengan aku." (Tafsir Minhajush Shodiqin, hal. 356, oleh Mullah Fathullah Kassani)

Dengan dalil hadits palsu tersebut semakin sering nikah mut’ah makin tinggi derajatnya dan tentu saja mereka merasa keimanannya makin mantap. Jadi tidak ada kata tobat dalam kamus pelaku mut’ah selama mereka menganggap bahwa mut’ah yang mereka lakukan adalah ibadah bukan maksiat!

Nah, jelas sekali perbedaannya kan? Ada yang bisa membantah? Silahkan kita diskusi di kolom kementar.

Semoga Allah memberikan hidayah kepada para pelaku mut’ah dan pelacur. Amin. Amin. Amin.
Segala Puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan kami petunjuk dimana tidak ada yang mampu memberi petunjuk selain dari-Nya.

Makassar, 19 Dzulhijjah 1432 H/4-11-2012

Zainal Lamu

Kiriman: alfathonah.blogspot.com

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...